Posts

Life by Me: Welcome To Walker

Please excuse my broken English due to the lack of practice I get in my six years of being in Jakarta, Indonesia. I also terribly apologize for any misspellings and if I did not do you justice in these stories.             I want to start a series about my time in America. It won’t necessarily be chronological. I haven’t even decided on a title. So, why am I writing this? Well, Evanston has always had a special place in my heart. I want to share my love to the world.   I also do not want to forget anything later on.             Last night, I visited Walker through my dreams. It was amazing. I miss it. I want my readers to feel what it was like to walk on the floors of Walker. Here goes.             Walker Elementary School stands in Skokie, Illinois. 3601 Church St, I still have it memorized. That is also the code for lockdown drills. If the principal stated the address correctly, it meant it was already safe. Walker is part of District 65, along with 11 other elementary sc

Ask Me

If on our late night calls you want a story, Ask me about Evanston and Chicago, And all things between. Ask me to describe How the summer breeze and the lake tides Rolled into one amazing feeling. Ask me to describe The rumbling of the CTA train As dad left for work. Ask me to describe How the flurries felt Against my tongue stuck out. Ask me to describe The wind in my hair As I strolled down Navy Pier. Ask me to describe How dandelions bloomed among Ridgeville’s grass, As I lay on my back with the sun shining bright on my face. Ask me to describe How it felt to learn In a school that makes studying fun. Ask me to describe How it felt to have almost nothing, Yet everything as well. When I look at a picture of Evanston or Chicago, I feel it is my home. Jakarta is not, Though my family is. Ask me to describe How it felt To be at home. - brought alive from an archive , April 12th 2020

#dibuangsayang99

Image
Hi. So, I haven't been writing much recently, much less posting here. But I guess that doesn't really matter because nobody actually reads this. Lol. Today I would like to tell about one of my expiriences in making the world a better place- through small steps. You see, kids, as I've said before on another post, if you can't do big things, just do a million little things. Please excuse my language. Selepas dari un 2018, "event" akademis terakhir di masa smp, gue menemukan ada banyak banget kertas bekas coret-coretan, tugas, ataupun hal-hal lain yang kurang berguna kalo gue simpan. Perlu diketahui juga, gue adalah orang yang sangat sayang (read: pelit) kertas. Contohnya, gue berusaha kotak-kotakin coretan gue sekecil mungkin biar semua muat dalam satu kertas. Alhasil dari kepelitan itu juga, kertas-kertas bekas tiga tahun gue smp masih tersimpan berantakan. Gue selalu mikir kertas itu masih bisa digunakan, entah untuk apa. I guess it's because when

Bela Negara Bagianku

Image
Seperti semua murid lainnya, Lunaro benci upacara bendera. Berdiri berpanas-panasan untuk waktu yang cukup lama, buat apa? Toh , pahlawan yang dikenang juga tidak tahu kami sedang mengenangnya. Terkadang, ketika upacara, Ro suka berpura-pura sakit, lalu pergi ke UKS. Sejuk, dapat teh hangat, bisa tiduran. Apa yang kurang?                 Pada salah satu kunjungan UKS-nya ini, Lunaro bertemu dengan seseorang yang sedang berbaring di ranjang sebelahnya. Lagu kebangsaan sedang berkumandang, dinyanyikan lantang oleh setiap siswa di lapangan. Orang itu menghela napas. “Keren,” ucapnya, entah kepada diri sendiri.                 “Apa?” Tanya Ro heran. Orang itu berusaha duduk tegak, rasa sakit terlihat di wajahnya. “Eh, nggak usah bangun!”                 Ia menggelengkan kepala, tanda tidak apa-apa. “Suara itu, kamu tidak dengar?”                 “Suara apa?” Sejak tadi hanya ada suara peserta upacara , batin Ro.                 “Mereka melaksanakan upacara.”                 “

Pra-LDKS

Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa. Kegiatan yang harus diikuti oleh seluruh siswa kelas sepuluh di SMAN 68 JAKARTA. Selama dua minggu sebelumnya, kami telah mengikuti persiapan LDKS oleh guru kesiswaan serta OSIS. Kami diberi tahu apa yang harus dibawa, dan apa yang akan kami lakukan di Curug Nangka sana. Tapi, sebenarnya untuk apa LDKS ini? Sudah jelas tertera pada namanya, LDKS adalah untuk melatih kepemimpinan. Mulai dari mengatur barang bawaan, menjadi ketua kelompok, memimpin yel-yel dan lagu angkatan, ataupun hanya memimpin diri sendiri. Kami harus bisa mengatur waktu istirahat, kecepatan makan, dan tetap melaksanakan tugas-tugas dan belajar. Kami juga akan belajar untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan yang kami perbuat. Misal, barang bawaan yang tidak lengkap, atau gerakan-gerakan lagu yang tidak hafal. Tiga, kedisiplinan. Disiplin terhadap waktu, disiplin terhadap diri sendiri. Tidak hanya itu, kami juga belajar untuk percaya diri. And last but

Generasi Z Bersumpah Pemuda

{Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y, yang didefenisikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1995 sampai 2014.} Zaman baru menghasilkan teknologi baru, pola pikiran baru, serta generasi baru. Generasi Z. Generasi yang lebih berkembang dan maju dari sebelumnya. Generasi Z-lah pemuda Indonesia saat ini, yang akan mengubah dunia menjadi sebaik-baiknya. Masa depan negeri ini ada di tangan kami, dan tidak akan kami sia-siakan. Banyak yang beranggapan bahwa teknologi-teknologi baru yang ada pada zaman now ini menimbulkan kemalasan. Mereka menyebut kami generasi menunduk, yang sejak usia dini pun sudah pandai dengan gawai. Banyak yang beranggapan bahwa pemikiran-pemikiran baru yang ada pada zaman now ini menimbulkan kekacauan. Mereka menyebut kami terlalu kebaratan, terlalu terbawa efek globalisasi. Salah. Setiap hal pasti ada positif dan negatifnya. Dengan teknologi, wawasan kami semakin luas. Pekerjaan kami semakin mudah. Rasa keingintahuan kami s

Fabel

Di suatu kebun, hiduplah seekor semut. Ia adalah semut yang kecil, namun berlagak paling besar. Semut senang sekali berjalan sekitar kebun, melihat-lihat binatang-binatang lainnya yang berkeliaran, dan mengolok mereka. Pada suatu hari, ketika Semut sedang melakukan rutinitas jalan paginya, ia bertemu dengan seekor ulat. Ulat sedang memakan daun di hadapannya, merambat perlahan. Semut kemudian mengangkat sebuah berry di semak dekatnya. Satu, dua. Sedangkan, Ulat masih saja mengunyah daun yang sama sedari tadi. "Yah! Kamu tidak ada apa-apanya! Kamu makan lama sekali! Kalau daun itu habis pun, kamu butuh waktu yang lama untuk sampai ke daun berikutnya. Lihatlah aku! Bisa membawa dua buah sekaligus, jika habis, tinggal ambil lagi." Ucap Semut meremehkan. Ulat diam, meneruskan sarapannya. Ia tahu, ucapan-ucapan buruk tidak perlu dibalas. "Dan lihat sekali lagi!" Seru Semut melanjutkan omongannya. Ia berlari sekencang mungkin. "Aku bisa berlari lebih cepat daripa